PREFERENSI

-
 PREFERENSI


Fisik menjadi awal sebuah kesukaan
'Realistis saja' kata orang-orang
Aku bahkan tak bisa menyangkal
Bahwa semua itu benar adanya

'Karakter' menjadi yang selanjutnya
Kali ini keluar dari mulutku sendiri
Sebagian orang setuju, sisanya menyangkal
Kata mereka 'harta lebih berharga'

Aku lagi-lagi tak bisa mendebat
Mereka punya preferensi masing-masing
Lalu apa yang berikutnya?
Agama? Keluarga? Suku? atau Pendidikan?





Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

INDONESIA DALAM INDUSTRI 4.0

-
Image
Indonesia Dalam Industri 4.0 Menjadi sebuah negara dengan penduduk yang banyak di dunia adalah sebuah tantangan tersendiri bagi negara. Indonesia merupakan negara keempat terbesar setelah China, India, dan Amerika Serikat dengan jumlah penduduk mencapai 265 juta jiwa. Tak heran bahwa pemerintah harus lebih aktif dan berperan dalam mengurusi setiap penduduknya. Baik itu dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, kesehatan, dan lain-lain. Semua itu tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah. Pemerintah dalam menangani hal-hal di atas juga memerlukan bantuan dari berbagai organisasi-organisasi atau forum yang bergerak di masing-masing bidangnya. Dengan demikian, organisasi tersebut bisa fokus terhadap satu permasalahan atau satu bidang pada masyarakat di Indonesia.  Salah satu contoh organisasi yang banyak dikenal orang adalah organisasi KADIN Indonesia. KADIN merupakan organisasi pengusaha Indonesia yang bergerak dalam sektor atau bidang perekonomian. KADIN merupakan...
Read more

LIMA BULAN

-
Image
  LIMA BULAN Lima bulan berselang, Nan mengajak Sas kembali untuk berbicara. Kali ini soal permohonan maaf yang lebih dalam dari kemarin, dari lima bulan yang lalu sejak mereka berdua hanya sekadar menatap dari kejauhan. Soal permohonan maaf atas kejadian lampau yang tak rampung dan masih rumpang. Nan: Lima bulan, Sas. Kita akhirnya bertemu di sini. Lima bulan aku bertahan mencari cara supaya kamu mau bicara lagi sama aku. Lima bulan juga aku mencari cara supaya kamu dan aku kembali seperti dulu. Sas: Dulunya kita itu memang seperti ini, Nan. Kita nggak saling mengenal, nggak saling berbicara. Yang kamu harapkan itu dulu yang kapan?  Nan: Setelah itu. Setelah kita nggak saling mengenal, akhirnya menjadi saling mengenal. "Dulu" itu yang aku mau. Sas: Kamu seharusnya nggak perlu repot-repot, Nan. Sejak penolakan itu aku bahkan langsung sadar diri. Sadar diri bahwa kamu pun juga dekat dengan perempuan-perempuan yang jauh lebih cantik, berkepribadian baik, dan ilmunya tinggi. Ngg...
Read more

SUDAH

-
Image
SUDAH Sas berdiri menghadap ke depan dengan langit yang mulai gelap. Diikuti dengan awan-awan mengembang dan cahaya matahari yang memudar. Nan: Mungkin bukan sekarang. Sas: (diam) Nan: Makasih ya, Sas. Sas: Untuk apa? Nan: Karena kamu sudah mau menerima semuanya. Sas: Kata siapa aku menerima? Nan: Jawabanmu tadi. Itu jawaban "Ya" untuk semua, kan? Sas: Menurutmu, mungkin iya. Menurutku, jawaban itu hanya untuk satu pertanyaan.  Nan: Pertanyaan bahwa... Sas: Bahwa aku senang bertemu kamu saat ini. Hanya pertanyaan itu yang kujawab. Nan: Lalu, kamu mau kita bagaimana? Ingin lebih? Ingin kita pacaran? Ingin apa, Sas? Sas: Percuma, Nan. Kalau pun aku ingin lebih, kalau pun aku pacaran sama kamu, aku justru akan merasa sakit.  Nan: (menghela napas) Sas: Karena jauh di dalam sana, perasaan kamu buat aku cuma kosong. Aku selalu yang cari topik bicara, aku yang selalu menghubungi, aku yang selalu berusaha buat kamu jatuh hati sama aku, tapi hasilnya nihil, Nan! Dan dari awal kita ken...
Read more